Rabu, 12 September 2012

Mozaik Persahabatan

~Persahabatan Selalu Terasa Indah, Bahkan Ketika Ragamu Tak Berdaya Mengucapkannya~

Kalau lagi lelah gini, suka tiba-tiba teringat padamu sahabat...!

Selepas mengajar les, setengah berlari  aku mengejar waktu agar tak terlambat kuliah.  Namun setelah menginjakan kaki di kampus, niatku untuk kuliah luntur karena rasa sakit. Sakit yang menyerang kepalaku hingga pandanganku kabur.  Lalu mual di perut pun mengikuti. Robohlah aku terduduk. Mencoba mengirim armada imunitas tubuh untuk bernegosiasi  dengan rasa sakit yang mengganggu.

Aku memangilmu untuk menemani. Namun rasa sakit ini tak mau mengalah. Mereka mengintimidasiku. Menyuruhku untuk menyerah dan merindukan pembaringan. Maka kuminta engkau menemaniku pulang. Engkau pun memboncengiku dengan sepeda ontel kuningmu. Tiba di kosan bertemu aku dengan kasur yang kurindukan. Kupejamkan mata, kuadukan kesakitanku padanya. Namun ternyata empuknya kasur  tak mampu mendamaikan jiwa dan raga.

Ingatkah engkau saat itu? Engkau  yang menemaniku, bertanya apa yang bisa dibantu.  Pikirku pun buntu. Akhirnya aku ingin mencampakan kasur ini. Merindukan yang lain di sebuah klinik. “Resep obat dari seorang dokter!”  Namun saat aku bangkit, sesuatu terdorong dari perutku yang serasa diaduk. Berserakanlah isi perut itu di lantai kamarku.

Membersihkan kamar? Tidak! Jangankan bangkit, menghentikan putaran di kepala aku tak mampu.  Koordinat  semua benda tiba-tiba acak, tak bisa diditeksi syaraf pusatku. Beruntunglah seorang sahabat yang lain tak perduli pada harum tubuhnya. Ia membuktikan baik hatinya dengan membersihkan isi perutku yang berserakan di lantai. Ingin kukatakan, “ jangan”. Namun tak mampu. Ingin kukatakan “maaf”. Tapi tak mampu. Ingin kukatakan “terima kasih”. Itu pun  masih tak mampu.

Wajahmu yang panik saat itu memintaku bersabar. Akan engkau carikan kendaraan yang  kan membawaku ke klinik yang kurindukan. Sebab tak mampu lagi aku memegangi  jok sepeda yang kau kayuh seperti tadi saat kau mengantarku pulang. Tak lama engkau pun datang bersama seorang abang becak. Lalu kau memapah tubuhku yang lemah, duduk manis di jok becak.

Resep telah di tangan. Aku pun kembali kau antar pulang. Aku mencoba mengistirahatkan jasadku yang tengah diuji. Walau tak mudah, tapi terus kucoba. Engkau kembali ke kosanmu, namun tak lama kembali lagi menemuiku. Memastikan aku berangsur baik. Membawakan aku sebungkus bubur hangat yang kupesan.

Engkaupun bersedia menemani malamku saat itu. Aku tergugu dengan perhatian dan kesetiaanmu.Aku yang berangsur membaik tidur di kasurku yang empuk. Dan engkau menungguiku di lantai beralaskan karpet.  Pagi hari saat aku terbangun. Engkau bertanya memastikan keadaanku. Engkau katakan bahwa semalaman, saat aku tidur, nafasku timbul tenggelam, sesak. Engkau sungguh khawatir. Oh, sahabatku tercinta, andai saja kau tahu bahwa aku telah baik-baik saja. Tak perlu engkau mengorbankan lelap tidurmu untuk menghitung nafas-nafasku yang berat.

Ah, sahabat. Sungguh serakan kenangan-kenangan itu tak akan hilang. Melekat kuat di jiwa. Membuatku selalu merindukanmu saat ragaku sakit, saat jiwaku galau. Ah, sahabat, semoga Allah mengganti cintamu dengan Cinta-Nya yang Maha Agung. Semoga engkau selalu mendapat kasih sayang-Nya, sebagai ganti bahwa engkau telah melimpahkan kasih sayangmu padaku saat itu.

~Teruntuk sahabat-sahabatku~
Special To : Hikmatul Husna & Yusi Nurmayasari
Jarak tak membuat rasa sayangku luntur padamu ^_^