Resensi novel
THE LOST JAVA
Peperangan
antara kebenaran dan kejahatan akan selalu terjadi. Di bumi ini ada sebagian
orang yang dengan tulus mendedikasikan diri untuk kelestarian umat manusia.
Sementara sebagian orang lagi, demi ambisi menguasai dunia, tak perduli jika
seluruh umat manusia harus musnah ditangannya.
Secara umum, orang mengira bahwa agar tercipta sebuah tatanan kehidupan
yang stabil, maka konfik yang terjadi harus diselesaikan. Namun bagi sebagian
orang, konfik adalah amunisi yang harus ada. Jika perlu, konfik bahkan harus
diciptakan untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan. Dalam tatanan kehidupan
global yang kompleks, konspirasi adalah keniscayaan! Siratan pesan itulah yang
dipahatkan Kun Geia dalam novelnya The Lost Java (TLJ).
Peningkatan suhu global, ketidak stabilan
iklim dan peningkatan permukaan air laut
adalah dampak yang umumnya diketahui dari global
warming. Perlahan-lahan akan terjadi pula gangguan ekologis dan sosial. Kun
Geia mengangkat klimaks dari global
warming yang belum lazim diketahui
yaitu Paleocene Eocene Thermal
Maximum. Bencana besar berupa
tertutupnya permukaan bumi dengan lapisan es yang menyebabkan kepunahan masal.
Para ilmuan
yang pastinya paling mengetahui akan bahaya ini adalah kelompak yang ada di
garda paling depan dalam mengatasi semua dampak yang timbul. Upaya-upaya
dilakukan dari mulai pendidikan kesadaran publik, mempengaruhi kebijakan
pemerintah sampai upaya praktis penanggulangan global warming di
lapangan.
Begitulah
yang dilakukan para ilmuan hasil imajinasi Kun Geia. Mereka mendedikasikan
hidup untuk meneliti sebuah formula guna membuat hujan buatan di puncak
tertinggi antartika, Vinson Masiff. Proyek ini bertujuan membuat hujan badai
buatan sehingga menambah volume es dan menjaga es abadi yang sudah ada di
antartika tetap membeku. Dengan begitu methane hydrates yang tersimpan
di dalam es akan tetap tertimbun. Methane hydrates sendiri mempunyai
efek rumah kaca 25 kali lebih besar dari karbon dioksida.
Membaca novel TLJ yang ber-genre science-thriller fiction, setidaknya akan kita nikmati racikan antara dua unsur yaitu
teori ilmiah yang mengasah otak dan adegan ketegangan yang memicu adrenalin.
Tema global warming menuntut deskripsi fenomena ilmiah yang mampu
dijelaskan secara cerdas. Begitu pula latar tempat utama yang diambil adalah
Vinson Masiff, puncak pegunungan Antartika. Tempat yang akan membayangi benak kita tentang sebuah
tempat yang ekstrim dan menantang. Belum lagi keterlibatan jaringan
internasional Dark Star Knight dengan misinya membentuk The New World
Order. Pemerintahan global dunia di tangan
zionis yahudi.
Dua puluh empat Protocols of Zion menjadi panduan Zionisme
Internasional yang memiliki rencana besar untuk
menghancurkan ummat beragama. Mereka menginginkan
sebuah dunia dengan hanya beragama satu, agama yahudi. Sedangkan inti ajaran agama yahudi tidak lain adalah materialisme. Tujuan mereka dicapai dengan strategi-strategi licik, adu domba, kekuatan
militer, perang, kecanggihan
teknologi dan mencuci otak
masyarakat dengan ideologi materialisme. Semua itu mereka bungkus atas nama kemerdekaan,
persamaan dan persaudaraan sepanjang masa.
Sebagai novel science, secara umum Kun Geia mendeskripsikan data dan fakta dengan baik. Mulai
dari global warming itu sendiri, istilah-istilah kimia, fisika,
kedokteran sampai istilah pendakian. Pada bagian awal novel saja kita disuguhi
dengan detail adegan yang membuat ngilu
berupa proses operasi jantung pada Gia
Ihza, tokoh utama novel ini.
Kun Geia
banyak melakukan pendekatan ilmiah yang tidak lazim diketahui umum. Pertama,
global warming yang identik dengan karbondioksida, kini ia sandingkan
lebih kuat dengan methana hydrates. Kedua, cara pendekatan solusi
global warming yang identik dengan penghijauan dan pengurangan bahan bakar dari fosil. Kun Geia
menghadirkan mega proyek di novelnya berupa upaya penimbunan methane
hydrates dengan hujan buatan. Ketiga, penjelasan tentang Paleocene
Eocene Thermal Maximum yang tak banyak disadari orang. Keempat, Kun Geia dengan berani menunjukan
konspirasi pemanfaatan isu global warming sebagai perdagangan migas yang
hanya menguntungkan pihak tertentu.
Secara ilmiah kualitas TLJ sudah mumpuni. Pastilah novel ini dibuat melalui proses riset yang dalam dan cukup
panjang.
Alur cerita TLJ
memang tak sulit untuk dimengerti. Namun dengan adegan-adegan yang membuat
pembaca penasaran dan memacu adrenalin,
alur TLJ tergolong cepat. Cara Kun Geia menjeda-jeda dari adegan dengan voltase tinggi ke voltase rendah atau sebaliknya, akan membuat pembaca geregetan.
Namun disanalah letak menariknya. Entah Kun Geia memberi waktu pada pembaca
untuk mengambil nafas atau ia bahkan berusaha untuk tetap mempertahankan
ketegangan dengan mengulur-ulur cerita dengan adegan lain agar muncul rasa
penasaran pembaca.
Ketegangan sudah dimulai
dari awal bab ketika tim Warrriors of Antartic (WAR) yang akan menciptakan
hujan buatan di puncak Vinson Masiff
gagal menuntaskan misinya. Ketegangan itu terus menerus berlanjut sampai
misi tim WAR kedua 31 tahun kemudian
yang ternyata dibuntuti anggota organisasi yahudi internasional Dark Star Knight . Anggota Dark Star Knight
sendiri berkepentingan untuk merampas formula yang digunakan tim WAR untuk
mereka gunakan melenyapkan pulau Jawa di Indonesia.
Kepentingan Dark Star Knight sendiri untuk melenyapkan pulau
Jawa tidak jauh dari misi utamanya menjadi penguasa dunia. Misi mereka adalah
mengadu domba antara negara Indonesia dan negara tetangganya. Pertikaian akan
terjadi, bahkan mungkin menyebabkan peperangan. Dalam waktu genting tersebut
organisasi Zionis akan mengambil kesempatan sebagai pihak yang memberi bantuan.
Maka makin bergantunglah Indonesia yang notabene mayoritas beragama islam itu
dan negara-negara disekitarnya pada kekuatan organisasi Zionis.
Ketegangan juga muncul secara alami saat tim WAR menghadapi dasyatnya
kekuatan alam di pegunungan antartika, puncak tertinggi Vinson Massif. Mendaki
gunung dengan cuaca ekstim, keterbatasan fisik, keterbatasan pengalaman, suhu
ekstrim dan membawa benda penting berupa formula pembuat hujan dilengkapi
dengan nuklir untuk pemicu terbentuknya badai. Belum lagi ancaman
organisasi Dark Star Knight, yang
sebelumnya telah sukes melenyapkan nyawa beberapa ilmuan mereka. Nuansa
Thriller dalam novel TLJ berhasil membawa pembaca larut dalam ketegangan.
Namun dibalik keberhasilan Kun Geia meracik cerita TLJ yang cantik,
sebagai penikmat novel ada beberapa hal yang mengganjal di benak saya. Pertama,
tentang ide cerita bahwa Jaringan Zionis
Internasional mengincar formula yang diracik oleh ilmuan lain. Bagi saya hal
ini kurang masuk akal. Sepengetahuan saja, bangsa Yahudi adalah bangsa yang
cerdas dan memiliki penemuan dan persenjataan yang serba canggih. Jadi untuk
sekedar melenyapkan pulau Jawa dari peta dunia, tak perlu repot-repot menunggu
formula dari ilmuan lain.
Kedua, jikalau motif pengejaran tim WAR adalah motif balas dendam
Keinan atas kematian yunin istrinya, ini juga menurut saya kurang logis. Keinan
memiliki fasilitas spionase internasional yang bahkan mampu menjebol
kerahasiahan dua tempat musuhnya (Riyadi dan Wahyu) yang dilengkapi sistem
keamanan canggih. Maka akan terasa aneh jika Keinan tidak mengetahui sekedar
berita bahwa Yunin belum meninggal.
Ketiga, jika perhitungan saya benar, Garuda Putih Laboratory (GarPu
Lab) didirikan tahun 1980. 35 tahun berikutnya dilakukan misi WAR 2, yang
berarti tahun 2015. Sedangkan misi WAR 1 dilakukan 31 tahun sebelumnya, berarti
sekitar tahun 1984. Artinya GarPu Lab sudah ada saat misi WAR 1 dilakukan. Pada
saat itu Yunin menjadi pimpinannya, artinya suaminya Keinan harusnya mengetahui
banyak tentang GarPu Lab karena mereka berdua juga ikut dalam penelitian dan
misi WAR. Selain itu Mahmoud yang telah dipaksa menjadi mata-mata tahu persis
dimana letak GarPu Lab tersebut. Maka kurang logis jika keberadaan GarPu Lab
tidak mampu diketahui Zionis.
Keempat, adalah hal yang paling utama mengganggu benak saya. Proyek WAR
dengan penelitian yang memakan waktu sangat panjang dan biaya yang sangat mahal
tidak dipersiapkan dengan baik alias dieksekusi dengan sangat gegabah. Proyek
sepenting itu seharusnya dipersiapkan bertahun-tahun secara pasti siapa yang
akan menjalankannya, kriteria orang yang menjalankannya dan berbagai prosedure
operasional lainnya.
Dalam misi WAR 2, Gia yang memiliki keterbatasan fisik dibolehkan ikut.
Padahal ilmuan sekaliber Gia cukuplah menjadi peneliti, untuk eksekusi perlu
dipersiapkan tim lain. Sharma yang sama sekali tidak mengetahui proyek dari awal
juga dibolehkan ikut begitu saja. Dalam misi ini juga terlihat ketika berangkat
anggota tim tidak dibekali dengan kemampuan
dasar yang diperlukan. Sebagai contoh, seharusnya telah dipersiapkan
orang-orang dalam Misi WAR itu adalah orang yang telah dilatih naik gunung.
Atau sekurang-kurangnya jika tidak ada latihan khusus mereka ditemani bodyguard
yang bisa menjaga mereka baik dari ancaman alam maupun ancaman teroris zionis
yang merongrong mereka.
Terlihat pula tidak adanya Standar Operasional Procedure yang
dibekalkan pada tim ini. Buktinya pertama saat dengan ceroboh kompas yang
dipakai adalah kompas analog. Kedua, ketika keadaan darurat menon-aktifkan
roket, semua tim kebingungan apa yang harus dilakukan. Dua hal itu menurut saya
adalah kesalahan yang fatal dalam misi sepenting ini.
Kelima, novel TLJ secara desain sangat menarik dan artistik. Namun
konten diawal-awal buku yang menurut saya terlalu banyak endorsement
cukup mengganggu. Cukuplah beberapa orang yang dinilai penting, atau
komentarnya yang dinilai penting yang perlu dicantumkan. Kelemahan terakhir
adalah masalah teknis berupa beberapa kesalahan menulis kata yang dapat diedit
ulang dicetakan selanjutnya.
Secara umum, kelemahan The
Lost Java yang saya tuliskan dalam resensi sebenarnya tertutup rapat oleh
keberanian Kun Geia menjadikan novel ini begitu hidup dengan berbagai
konspirasi sosial politik dan juga karena deskripsi latar tempat yang
cukup detail. The Lost Java adalah novel yang patut menjadi
referensi untuk berbagai kalangan. Bahasa TLJ yang ilmiah menjadikannya layak
untuk dikonsumsi para akademisi. Namun karena ia tak melupakan penjelasan
secara jelas dan lugas terhadap istilah-istilah asing yang dibawa, maka TLJ pun layak dikonsumsi masyarakat umum
penikmat novel. The Lost Java juga merupakan novel yang kaya akan pesan mulai
dari pesan keperdulian pelestarian alam, pesan persahabatan, pesan religi
sampai pesan yang menyinggung masalah percintaan.
Judul
: The Lost Java
Penulis
: Kun Geia
Editor :
Baharuddin dan Ika Yuliana K.
Penerbit : IG Press
Jumlah
halaman : xvi + 363
Cetakan
pertama : Juni 2012
ISBN
: 978-602-18409-0-0