Minggu, 13 Maret 2011

Ruh Novel Penangsang : Mencari Kebenaran

Ada kiriman yang diantarkan pa Jatma, kepala Blok kami sore itu. Paket kiriman di desa kami memang selalu tak dikirim langsung ke rumah. Mentok disimpan di balai desa saja. Karena sudah beberapa hari kutunggu, maka dengan antusias aku segera mengambil bungkusan kiriman itu. Kupastikan isinya adalah sebuah buku, 
 Setelah kulihat, maka melebarlah senyumku. Buku tersebut adalah sebuah novel yang dikirimkan langsung pengarangnya untukku. Aku sangat senang saat tak sengaja mendapat kesempatan berkomunikasi dengannya fia Fb. Hal itu menjadi jalanku mendapatkan novel “Penangsang” yang tadinya kukira novel karya Ahmad Tohari, salah satu budayawan yang aku kagumi. Aku sempat kaget setelah tahu bahwa pengarangnya adalah "NasSirun PurwOkartun", seorang seniman yang tadinya kukenal hanya sebagai kartunis.
Kubuka sampul luarnya, dan menyembullah sebuah wajah kartun yang tengah nyengir dan dengan otomatis membuatku nyengir juga. Seperti permintaanku, ia menabur tanda tangannya di cover dalam untukku. Ia tuliskan sebuah pesan singkat yang dalam makna :
Untuk Ade,
“Pada sejarah kita berkaca, agar langkah makin tertata.”
 Dari wajah nyengir avatar dirinya pula ia membuat semacam callout yang isinya :
“Banyak baca, jadi serba tahu. Tak suka baca, jadi sok tahu!”
Subhanallah.., aku sungguh senang mendapat respon yang baik dan cepat dari pa NasS. Lebih dari itu, kebahagiaanku mendapat novel tersebut adalah karena novel Penangsang bukanlah novel biasa. Ia novel yang lahir dari hasil perenungan dan pergolakan jiwa pa NasS. Pertanyaan-pertanyaan dalam benaknya satu persatu ia jawab sendiri dengan riset yang fakual. Novel yang bercerita tentang tokoh Haryo Penangsang di dalam kemelut permasalahan perebutan tahta Demak Bintaro ini membuatku belajar banyak.
Sungguh, aku adalah salah satu dari benyak orang yang “mual” terhadap sejarah. Ini berawal karena ketidaknyamananku dalam belajar salah satu mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Umum tersebut. Sistem belajar sejarah dari guru-guru yang seragam yaitu membuat sejarah sebagai pelajaran hapalan. Ini membuatku tidak respek terhadap pelajaran tersebut. Aku sangat malas menghapal nama orang, tanggal lahir, tempat kejadian dan lain-lain yang identik dengan pelajaran sejarah.
Namun seorang “guru kehidupan” membuatku sadar bahwa begitu penting untuk mengetahui sejarah yang sesungguhnya. Jika kita tidak mempunyai keinginan untuk mempelajari sejarah lebih dalam, maka yang akan kita ketahui adalah sejarah versi penguasa yang belum tentu benar atau salahnya. Maka mau tidak mau, suka atau tidak suka kita harus belajar sejarah. Maka dari saat itulah aku mulai memaksa diri menyukai sejarah. Namun tidak semudah membalikan telapak tangan merubah ke-enggananku terhadap sejarah. Akhirnya aku mengakalinya dengan sedikit-sedikit belajar sejarah lewat novel-novel sejarah. Mempelajari yang tidak kusukai lewat sesuatu yang aku suka. Dan membaca novel Penangsang membuatku lupa bahwa aku sempat tak suka sejarah.
Sebenarnya novel Penangsang mengingatkanku akan novel Sang Pencerah. Novel tentang kehidupan K.H. Ahmad Dahlan dan perjuangannya mendirikan Muhammadiyah yang ditulis Akmal Nasery Basral. Novel ini mengadopsi skenario film Sang Pencerah karya Hanung Bramantyo. Namun suasana yang digambarkan oleh pa NasS jauh lebih detail. Ini salah satu hal yang membuat novel Penagsang menarik untukku.
Alur novel karya pa NasS lumayan rumit. Alurnya acak membuat yang tak teliti pasti kebingungan. Alurnya juga berjalan lambat, namun dari alur cerita  yang lambat itu terdeskripsikan uraian sejarah dalam interval waktu yang sangat panjang. Yang lebih menarik dan hebat adalah fakta-fakta sejarah  yang dihadirkan sepanjang cerita. Membuat novel ini buatku sekali lagi adalah novel tak biasa.
Sejujurnya, aku buta akan sejarah yang disajikan pa NasS dalam Novelnya. Karena itu aku juga tak bisa membandingkan hasil observasi sejarahnya dengan cerita yang selama ini diketahui secara umum. Yang aku tahu hanyalah bahwa Joko Tingkir adalah tokoh protagonist. Namun pa NasS menempatkannya sebagai tokoh antagonist. Sebenarnya pertentangan antara Joko Tingkir dan Penangsang belum terlalu dimunculkan dalam Novel pertama. Mungkin konflik antara keduanya baru muncul pada Novel kedua.
Bagiku, ada beberapa poin yang sangat berkesan dalam novel Penangsang,
1.      Pa NasS menggambarkan tokoh-tokohnya dengan tidak berlebihan. Tokoh protagonist bukanlah tokoh yang lepas dari kelemahan dan sifat-sifat jelek. Demikian juga sebaliknya.
2.      Babad Jawa tidak sepenuhnya dapat dijadikan menjadi sumber sejarah yang akurat. Hal ini karena babad jawa  penuh dengan kiasan-kiasan yang tidak boleh begitu saja ditafsirkan secara tekstual. Misalnya tentang kehebatan Joko Tingkir dan kejahatan musuh-musuhnya yang digambarkan begitu berlebihan dan tidak masuk akal. 
3.      Penggambarannya tentang kehidupan walisongo sebagai Waliyyul Amri (Dewan Wali). Ini juga menggambarkan bahwa penyebaran islam pada awal-awal penyebaranya di Jawa tak sekedar membutuhkan seorang tokoh agama yang hanya menguasai ilmu agama, namun juga merupakan para ulama yang tinggi ilmu tata negaranya bahkan merupakan panglima yang lihai dalam siasat dalam medan perang. Sebagai ulama mereka juga tidak lepas dari intrik politik karena ada di lingkaran kekuasaan kesultanan.
4.      Menarik jika mencermati awal perubahan bentuk tata negara yang menjadi konsep Kesultanan Demak dengan bentuk kerajaan yang dianut sebelumnya, dimana tahta diturunkan menurut garis keturunan. Konsep baru ini memberikan kewenangan untuk memutuskan siapa yang menjadi sultan demak ada ditangan Waliyyul Amri. Sebuah perubahan konsep yang didasarkan pada ketaatan syari’at yang pada substansinya adalah menyerahkan kepemimpinan pada orang yang mampu memakmurkan rakyat dan  menyebarkan nilai-nilai ajaran islam. Walaupun (mungkin) untuk alasan legitimasi, adat kerajaan akirnya membatasi bahwa yang menjadi sultan tetaplah harus turunan Raden Patah. 
5.      Konsep yang disepakati kebaikannya tidak serta merta melahirkan pandangan yang sama dalam eksekusi di lapangan. Ini terlihat dari perbedaan pemikiran Sunan Kalijogo dan Sunan Kudus. Keduanya memikirkan penyebaran ajaran islam di tanah Jawa. Namun Sunan Kalijogo yang menginginkan penyebaran islam lebih disesuaikan dengan adat masyarakat jawa, sedangkan Sunan Kudus yang lebih memilih menyebarkan islam secara murni.
6.      Hubungan antara ulama dan pemerintah (umara) yang tidak sejalan adalah cikal bakal keruntuhan suatu negara. Keputusan ulama harusnya menjadi bahan pertimbangan kebijakan-kebijakan pemerintah. Artinya nilai-nilai agama harus ditegakan oleh negara agar negara mampu mensejahterakan rakyatnya.
Terlepas dari semua fakta sejarah yang dengan berani diungkap di novelnya, dan telah menjadi pembahasan masyarakat umum sampai ahli sejarah, aku lebih mengagumi novel ini dari ruh pembuatannya. Walaupun ditulis hanya dalam waktu 4 bulan, namun perlu perenungan panjang bertahun-tahun dan penelitian yang melelahkan dalam membuat novel ini akhirnya “hidup”
Pa NasS membuat novel Penangsang diawali rasa gelisah dan penasaran. Pertama, kegelisahan melihat fakta yang ada bahwa Keraton Solo, Kesultanan Jogja, Pura Pakualaman, dan Pura Mangkunegaran yang konon merupakan turunan Kesultanan Demak, hanya menyisakan sinkretisme.  Kedua, kegelisahannya tentang cerita para ulama walisongo yang penuh dengan kemistikan. Ini bertolak belakang dengan semangat awal pendirian Kesultanan Demak yang merupakan sebuah kekhalifahan Islam yang didirikan oleh murid-murid Sunan Ampel untuk menyebarkan Islam di Tanah Jawa dengan jalur kekuasaan. Semangat ini menurutku adalah semangat yang subhanallah mulia. Betapa tidak, disaat kebanyakan orang hanya menikmati sisa peninggalan sejarah, namun pa NasS dengan gigihnya mencari kebenaran tentang sejarah dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya.
Walaupun sudah diberi gambaran dalam catatan-catatannya tentang kelanjutan kisah di novelnya, namun rasa penasaran akan kelanjutan novel ini tak terbendung. Semoga novel lanjutannya cepat terbit. Dan tidak seperti novel pertamanya yang telat kubaca, maka aku akan menjadi salah satu dari jajaran pembaca pertama untuk novel keduanya. Semoga… ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar