Senin, 23 Mei 2011

Berjuta Mutiara

Aku berdiri mematung, meyakinkan bahwa yang kulihat adalah kenyataan. Sungguhkah itu dirimu yang terbaring kaku. Sungguhkah itu dirimu yang kemarin masih bercanda-canda denganku. Dirimu yang membimbingku penuh kesabaran kejalan hidayah ini.
Saat itu aku terseok-seok mencari hakikat penciptaan yang mungkin membuat sebagian gila karena memikirkannya. Akupun tadinya memandang sebelah mata karena tak tahu seberapa berharganya dia. Mutiara itu kini milikku. Lihatlah aku yang dulu dijerat kesepian yang tak terhiburkan meski oleh ramainya manusia di bawah kerlipan lampu diskotik. Kini, dalam gelap malampun teranggnya hati ini membuatku hidup seperti  mentari. Lihatlah aku yang dulu perlu bertumpuk-tumpuk kertas bernominal untuk menebus obat-obat untuk bisa membuatku nyaman walau sekejap saja. Kini aku cukup menghamparkan sajadah dan menyatukan wajahku dengan tanah. Lalu luluhlah segala resah di jiwa. Lihatlah aku yang kini tak kuasa menyimpan manisnya iman sendiri saja. Sampai-sampai aku tak nyaman jika hanya duduk-duduk tanpa membagi-bagikannya pada setiap orang. Lihatlah aku kini yang menikmati jalan dakwah yang penuh duri, lihatlah aku…
Aku memungiti kesadaranku yang berjatuhan. Menyadari takdir yang telah menjadi kenyataan adalah sesuatu yang tak bisa diubah. Hanya saja rasa bersalah itu kembali mengoyak rasa ikhlasku untuk melepaskannya. Kakiku terasa makin ngambang. Akhirnya akupun tumbang…
 ....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar