Jumat, 14 Oktober 2011

Senyum Tulus Pengampunan

Malam mulai larut. Gaza baru saja tertidur setelah lelah menggambar dan kuputarkan video-vidio lagu anak favoritnya. Selalu saja, aku menemukan damai yang meneduhkan saat melihatnya terlelap. Sebelumnya, aku kewalahan karena terus-terusan dimintai menggambar. Kali itu, tema gambarnya dalah mobil box dan mobil truk. Lelah duduk di depan laptop, aku beralih menggambar di kertas.

“Ih…, ummi pinteran,” kata Gaza dengan penuh antusias memujiku.
Aku tersenyum. Oh, aku tersanjung anakku.
“Sini, dede yang gambar mobil”
Ia cepat-cepat mengambil balpoint dari tanganku. Aku membiarkannya mencoret-coret kertas. Coretan tangannya sudah tegas, walaupun belum berbentuk. Hanya garis-garis yang menjalin benang kusut dan lingkaran-lingkaran yang tak sempurna. Jika yang ia buat menyerupai bentuk yang ia inginkan, dengan antusias ia menunjukannya padaku.
“Ummi liat, dede pinteran kan?” katanya sambil mengangguk-angguk.
“O.., iya. Dede pinteran” Aku mengamininya.
Namun lama kelamaan ia kesal karena belum mampu membuat bentuk mobil yang dia inginkan.
“Ummi…., gimana sih caranya?”
Aku menoleh ke arahnya penuh takjub. Subhanallah, ini kalimat pertamanya bertanya tentang ‘cara’. Lalu aku menuntun tangannya membentuk mobil-mobilan. Tak terkira wajahnya makin cerah ceria karena senang.

“Ummi…” Gaza memangilku.
Aku menoleh dan menjawabnya. Aku kira ia terbangun. Namun ternyata hanya mengigau. Aku menatapnya membayangkan apa yang tengah dia mimpikan. Aku bersyukur, namaku dibawa dalam mimpinya. Mudah-mudahan ia tak mengingat hal-hal jelek yang aku berikan padanya. Mudah-mudahan hanya hal baik yang dibawa  mengelilingi alam bawah sadarnya.

Aku teringat saat kemarin aku ‘ngambek’ dan cemberut atau pura-pura menangis karena tingkahnya. Suatu saat aku pernah sangat kesal sampai mencubit pipinya. Hal yang segera aku sesali beberapa detik kemudian. Lalu ia pun minta maaf dan menghulurkan tangannya padaku.
“Ummi, dede minta maaf,” katanya sambil menangis memegangi pipi.
Subhanallah, ia meminta maaf duluan. Padahal aku juga sudah mencubit pipinya. Aku masih cemberut. Namun ia tak berhenti merajuk.
“Dede cium…” katanya sambil mencim pipiku dengan hidungnya.
Aku masih cemberut saja, namun dia terus berusaha merayuku.
“Dede sayang..” katanya sambil membelai kepalaku.
Aku masih cemberut, sedang ia masih memnggil-manggilku, menunggu permintaan maafnya diterima diiringi isak tangisnya.
“Ummi…,”  katanya dengan nada mendayu.
Akhirnya hatiku luluh. Aku merasa keterlaluan jika tidak melumerkan hati dan memberikan senyum tulusku padanya. Aku telah berhasil mengajarkannya meminta maaf, kini saatnya aku mengajarkannya memberi maaf. Bukankah hal yang satu ini sering menjadi sesuatu yang sulit dilakukan. Sebaiknya aku menberinya contoh dari sekarang.
"Ummi juga minta maaf ya,sayang..."
Aku memeluknya penuh cinta dan penyesalan.

Akhirnya itu sering terjadi antara kami. Jika salah satu di antara kami ‘ngambek’, maka hal tersebut takkan berlangsung lama. Akan segera terganti oleh huluran permintaan maaf dan senyum tulus pengampunan. Semoga senyumkulah yang diingat  dalam alam bawah sadarnya, bukan cubitanku.

Semoga engkau kan menjadi anak yang lembut hati, anakku tersayang. Tidurlah, kasih ummi memelukmu selalu.


{14 Oktober 2011, setelah dede tertidur}

Tidak ada komentar:

Posting Komentar