Senin, 26 September 2011

Wanita Tak Boleh Poliandri, Pria Silahkan Poligami

Aku berangkat dari rumah dengan hati yang datar. Sedikit bad mood  dengan beberapa hal  kurang baik yang melandaku tadi pagi. Tapi alhamdulillah, hal itu tak cukup membuatku menangis atau marah. Aku hanya sedikit sensitif saja. Kalau menuruti kehandak hati, mungkin diri ini ingin terus tiduran atau terus-terusan ngemil dan makan. Itu kebiasaan buruk yang biasa kulakukan jika sedang tak enak hati. Tapi tentu, aku tak sampai hati membolos mengajar demi kemalasan. Itu H.A.R.A.M. ! ^_^

Datang ke sekolah, aku melihat murid-murid kelas X yang minggu kemarin nilai ulangannya di bawah rata-rata. Rasanya ingin aku mengomeli mereka. Tapi tidak-tidak. Aku saja mungkin yang terlalu tinggi berekspektasi terhadap mereka. Aku pun menuju kantor dan melihat beberapa ustadz. Tak ada seorangpun ustadzah yang bisa asyik kuajak ngobrol. Hah, bengong yang hanya sebentar  menunggu giliran ngajar menjadi terasa lama sekali. Alhamdulillah, jam ketiga pun datang. Waktunya aku masuk kelas. Seperti janjiku, kuberikan soal-soal ulangan di kelas Y. Ulangan harian Bab Relasi dan Fungsi.

Setelah selesai, aku langsung memeriksa hasil ulangan di kantor. Hups…, sedikit kecewa dengan jawaban-jawaban mereka. Rasanya pas latihan mereka pada mengerti apa yang kuterangkan. Soal-soal juga bisa mereka kerjakan. Tapi kenapa ketika ulangan harian mereka tak menunjukan “kemampuan” mereka seperti kemarin. Aku lalu melanjutkan menyusuri jawaban mereka satu persatu.

Tiba-tiba sebaris jawaban yang ditulis seorang muridku dalam kertas ulangannya membuat hatiku melonjak-lonjak. Bibirku perlahan melebar tersenyum. Tak terbendung, tawaku pun pecah. Biarkan, biarkan aku tertawa sepuas hati kali ini. Wajahku pun memanas.
“Bukan fungsi karena domainnya poliandri”, begitu bunyi tulisannya yang kuceklis tanda betul.

***

Anak-anakku... ^_^
“Nah, anak-anak. Perhatiakan bahwa relasi bisa menjadi fungsi dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi”.
Aku pun menggambar beberapa diagram panah sebagai ilustrasi.
“Coba, kemarin kalian sudah mencatat. Apa saja syarat-syarat relasi bisa disebut fungsi”
“Jika setiap anggota himpunan asal mempunyai tepat satu kawan di anggota himpunan yang lain”.
Beberapa anak menimpali sambil membaca catatan.
“Nah…, di sana ada dua kata yang ibu garis bawahi. Pertama kata ‘setiap’ dan keduan kata ‘tepat satu kawan’. Artinya relasi bisa jadi fungsi kalau anggota pada daerah asalnya semuanya harus punya kawan dan kawannya itu harus satu saja”.
Aku mencermati roman mereka. Rupanya masih banyak murid-muridku yang melipat kening tanda belum mengerti.
“Oke, perhatikan diagram yang sudah ibu buat. Diagram pertama anggota himpunan asalnya semuanya punya kawan?”
“Punya….”, mereka menjawab bersamaan.
“Kawannya satu-satu tidak.”
“Tidak itu ada yang dua, Bu…”
“Bagus. Kalau kawannya dua. Berarti dia …..?”
“Bukan fungsi…”
“Iya, pinter…”
“Kalau diagram kedua?”
“Fungsi, Bu…?”
“Kenapa?” aku bertanya.
“Karena semua anggota  himpunan asal punya kawan dan kawannya cuma satu”
“Iya, pinter”
“Kalau yang ketiga?
“Bukan…”
“Kenapa?
“Karena ada anggota himpunan asal yang tak punya kawan, Bu”
“Iya, pinter, Bageur…”.

Anak-anak sahut menyahut dengan antusias menjawab pertanyaan-pertanyaanku.Aku pun makin antusias menerangkan.
“Kalau yang terakhir?
“Fungsi…”, sebagian murid menjawab namun sebagian lain menjawab sebaliknya, “Bukan, Bu…”
Sesaat kelas menjadi agak ramai dengan perdebatan mereka. Aku tersenyum.
“Oke, yang bilang ini fungsi alasannya kenapa?”
“Karena semua anggota himpunan asal punya kawan dan kawannya satu, Bu” Jawab beberapa murid.
“Lalu yang bilang bukan fungsi kenapa?”
“Karena itu, Bu… Daerah kawannya punya banyak teman”, jawab sebagian murid yang lain.
“Oke..., jawaban  yang tepat adalah diagram ini menggambarkan sebuah fungsi yah…!”
“Hore…,” sebagian anak yang merasa betul dengan jawabannya bersorak-sorai.
“Karena anak-anak... yang disyaratkan punya satu kawan saja kan domainnya bukan kodomainnya. Jadi domainnya hanya boleh punya satu pasangan tetapi kodomainnya boleh punya lebih dari satu pasangan.”
Aku mengedarkan pandangan. Beberapa murid masih ada yang terlihat belum faham. Maka aku ulangi penjelasan dengan sedikit contoh.
“Kalau ibu boleh ilustrasikan. Domain itu seperti perempuan. Kita, perempuan hanya boleh menikah dengan satu laki-laki. Kita tidak boleh poliandri”
Anak-anak terkekeh.
“Dan kodomain itu seperti laki-laki, mereka boleh punya pasangan lebih dari satu,” kataku sambil tersenyum.
Kelas menjadi sedikit riuh dengan tawa renyah. Sampai di akhir Bab ketika latihan, kata poligami dan poliandri masih sering kami pakai untuk menyatakan argumen tentang fungsi.

Maka, saatulangan harian mereka aku sodori beberapa diagram panah, kutanyakan apakah itu fungsi atau bukan dan kutanyakan argumennya, aku pun hanya bisa tertawa, dan membenarkan jawaban mereka. Ternyata ilustrasi seperti itu lumayan ampuh dan membekas di ingatan mereka. Lumayan lah... Itung-itung hiburan. Bad mood-ku seketika hilang terobati. Hah…, jadi guru memang bisa membuat kita jadi awet muda.
Kuambil lagi jawaban ulangan muridku yang lain, masih tersenyum lebar dan tertawa ringan kuberi tanda benar pada jawaban yang satu ini,
Bukan fungsi karena titik di A ada yang selingkuh”.

{Terima kasih ya Allah, masih menganugrahiku nikmat senyum … ^_^ }

Tidak ada komentar:

Posting Komentar